Minggu, 13 Januari 2019

Toples Kaca


Hari ini, tanpa sengaja dan berniat sebelumnya, tanganku tiba-tiba tergerak begitu saja membuka file-file lama di laptop. Ada satu folder yang membuatku tertarik untuk membukanya; sebuah file berisi foto-foto kita.

Aku tertegun mendapati diriku tengah tersenyum sendiri tanpa sadar ketika tenggelam dalam kenangan akan foto-foto itu.

Ah, ternyata dulu kita pernah sebahagia ini. Ternyata aku pernah tertawa lepas di sisimu. Ternyata kita pernah apa adanya ketika bersama. Tertawa tanpa perlu alasan. Bahkan menangis tanpa sungkan.
Setidaknya, hari ini aku bisa tersenyum sejenak. Mengenang kebersamaan yang entah akan terulang kembali atau tidak. Setidaknya aku mampu merasakan kembali indahnya masa itu. Meski selepasnya nanti, terselip getir saat ku menatapmu kembali dalam nyata. Sebab kenyataan hari ini, tak seindah hari-hari yang telah berlalu bersamamu, dulu.

Tak apa, aku hanya perlu bersyukur atas apa-apa yang telah terjadi. Aku hanya perlu bersyukur atas karunia waktu dan kesempatan yang Allah berikan untuk bertemu dan menghabiskan waktu bersamamu.

Meski nantinya kenyataan pahit kembali hadir begitu kenangan itu aku tutup dari nyata. Ya, kenyataan bahwa sekat dan dinding pemisah itu layaknya benteng angkuh yang membatasi; membuat jarak antara aku dan kamu. Sekeras apapun perjuangan kita untuk mengembalikan keadaan seperti adanya dulu, rasanya pun percuma adanya.

Ya, sebab mungkin dunia kita telah berbeda seutuhnya. Apalagi dengan hadirnya ‘ia’ di sisimu. Seseorang yang kini menjadi alasan dari senyum sumringah di tiap harimu. Ia yang kini menjadi alasan bahagia di setiap detikmu bersamanya.
__
“Kamu sedih ketika mengenang semuanya, kemudian menyadari kenyataan yang sekarang ada?” Tanya seseorang.

“Entah. Akupun tak bisa membohongi diriku sendiri ketika harus mengatakan ‘tidak’, padahal di dalam sana hatiku telah basah oleh rinai.” Jawabku parau.

“Apa salah, jika aku merindukan kebersamaan itu?”

“Tidak ada yang salah perihal rindu. Itu berarti menandakan bahwa kamu menghargai adanya kenangan itu. Seperti lampu yang menyala dalam toples kaca. Kenangan itu ada, masih indah seperti adanya ketika suatu saat kamu memutuskan untuk menengoknya kembali. Ia terjaga, meski telah tertutup oleh waktu yang telah berganti.”

“Namun, jangan terlena. Jangan berlama-lama menyelam di dalamnya. Atau matamu akan silau dengan keindahan yang sejatinya hanya ada di alam maya. Sebab ia tak lagi nyata, seperti dahulu adanya. “ lanjutnya lagi.

“Takutnya, nanti ketika kau memutuskan untuk kembali ke dunia nyata, kau hanya akan mendapati sekelingmu telah gelap oleh gulita. Dan kamu kembali kehilangan arah untuk melangkah. Sementara pikiranmu masih ada di bawah bayang-bayang keindahan akan kenangan yang membuatmu terlena.

Jadilah realistis. Bangunlah dari bayang-bayang semu masa lalu. Cobalah untuk melihat lebih dekat sekelilingmu. Dunia ini indah, jika kamu mau mensyukuri hal-hal kecil yang Allah anugrahkan untukmu. Atas hari ini, atau bahkan atas apa-apa yang telah berlalu.

Tersenyumlah, sebagaimana kamu mampu tersenyum lepas seperti dulu. Buktikan, bahwa ada atau tidaknya dia, bukan  menjadi barometer kebahagiaan hidupmu. Karena hidup ini milikmu. Bukan miliknya, atau bahkan mereka."
__
Benar, mungkin aku yang terlena. Lihatlah, senja hari ini begitu menawan; syahdu. Meski gelap di ujung sana mulai mengekor merahnya. Dan keindahan itu perlahan-lahan sirna.. 
__
@zahidaannayra_
#day1
#30haribercerita 
Share:

0 komentar:

Posting Komentar