Jumat, 20 Januari 2017

Serigala Berbulu Hoax




KIBLAT.NET – Hoax (dibaca howks, bukan hoaks). Menjadi kata yang sering muncul belakangan ini. Apalagi, pemerintah kemudian menggalang masyarakat gelar deklarasi anti hoax di acara Car Free Day tiap akhir pekan.

Kalau tak jeli, isu anti hoax ini terlihat aksi spontanitas masyarakat biasa. Namun jika dirunut secara cermat mengikuti kronologisnya, pelan-pelan kita bisa membaca apa agenda sesungguhnya di balik masifnya gerakan anti hoax.

Seiring dengan geliat aksi 411 dan 212, aparat pemerintah menangkap sejumlah orang terkait aktivitas di sosial media. Seorang guru yang mem-posting status ajakan Rush Money ditangkap. Kapolri pun menebar ancaman. Menurutnya, media sosial berpotensi mengganggu kebhinekaan.

Tak lama, seorang jurnalis Muslim di Solo ditangkap dengan tuduhan pembuat propaganda. Menyusul kemudian, pemblokiran situs-situs Islam. Bersamaan dengan pemblokiran itu, muncul pemberitaan bahwa situs-situs yang diblokir menyebarkan hoax. ‘Umpan lambung’ ini kemudian dikonversi menjadi gol dengan lahirnya gerakan anti hoax.

Motor gerakan anti hoax ini muncul dari social media juga. Ada fanspage Forum Anti Fitnah, Hasut dan Hoax, ada juga fanspage Indonesian Hoaxes dan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo). Kemudian muncul situs Turnbackhoax yang turut dipopulerkan media mainstream. Karena sesuatu yang berasal dari sosial media sangatlah terbuka, maka anatomi inisiator gerakan ini juga dengan mudah diungkap.

Gerakan ini cukup sistematis dan terorganisir untuk memonopoli klaim kebenaran di tangan mereka. Secara massif, mereka memonopoli klaim kebenaran dengan kampanye anti hoax dan Tolak Berita Bohong. Apa yang mereka sebarkan diklaim sebagai kebenaran sekalipun mereka juga pernah terjerembab dalam jurang fitnah dan hoax.

Kantor berita Antara, beberapa waktu lalu, sempat tersandung kasus berita hoax. Antara menulis berita dengan judul berita besar-besar: Jokowi Pemimpin Terbaik Asia Australia versi Bloomberg. Setelah dicek dari sumbernya, rupanya tulisan aslinya berjudul” Siapakah yang Mengalami Tahun Terburuk, Dan Bagaimana Mereka Menjalaninya di 2016?

Dari sini terlihat jelas, masifnya upaya gerakan anti hoax ternyata digerakkan oleh pihak tertentu dengan tujuan tertentu. Cara menilainya cukup mudah; Siapa yang paling sering mereka serang dengan tuduhan hoax?

Upaya gerakan anti hoax, jika memang jujur, sejatinya merupakan gerakan moral yang baik. Ajaran Islam punya segudang narasi yang mendukung gerakan anti hoax. 1400 tahun lalu kitab suci umat Islam sudah mengajarkan adab dan tatacara menerima dan menyebarkan berita. Di sisi lain, kita juga turut prihatin dengan marak beredarnya berita-berita menyesatkan di pekarangan sosial media kita. Tentu ini harus dihentikan, tapi harus dengan cara yang tulus dan fair.

Jangan sampai gerakan ini punya niat buruk terselubung bagaikan serigala berbulu domba. Menampilkan kesan mulia dengan mengusung gerakan anti hoax tapi sejatinya menyasar umat Islam. Parahnya lagi, menuding orang dengan sebutan hoax tapi tak berkaca kalau dirinya kerap menebar fitnah.

Kita, Rindu, dan Takdir Yang Baru




Ada getir yang menggores dinding hati. Seperti setetes keruh yang tiba-tiba bercampur dalam bening.

Aku kini sebenar sadar. Tak ada gunanya aku membicarakan semuanya di depanmu. Berkisah tentang luka, bertutur perihal rasa. Kau bukan lagi layaknya dinding yang nyaman untuk bersandar. Meski hanya untuk melepas lelah sejenak. Bertutur perjalanan panjang penuh aral yang melintang.

Kau, bukan lagi tempat nyaman untuk melepas penat, mencurahkan segala yang terjadi dalam hari-hari. Mungkin aku terlambat menyadari. Dan kudapati dinding itu telah penuh dengan goresan yang memerih.

Aku sebenar sadar, energi positif itu tak lagi tersisa untukku. Bahkan sedikit saja. Tak ada guna untuk bercerita. Karna apapun yang tercurahkan, hanya negatif yang ada dalam pandangmu.

---
Mengapa susah sekali merelakan semua yang terjadi? Menyadari kenyataan bahwa tak akan ada lagi yang sama seperti adanya. Aku tak ingin membenci, namun kau membuatku melakukannya. Aku tak ingin mendesis kecewa, namun kau menyulut semua kekesalan yang ada.

Pertahananku mungkin bisa dibilang hampir mencapai puncaknya. Aku terlambat menyadari bahwa dunia kita sekarang berbeda. Tidak lagi sama seperti apa yang pernah kita jejaki bersama. Dan itu tak bisa dipungkiri. Bagaimanapun kita bersikeras untuk menghadirkan berbagai alasan untuk menyangkalnya.

Kau ada pada duniamu. Kehidupan barumu. Beserta orang-orang baru yang hadir dalam episode baru kehidupanmu. Aku pun mungkin juga begitu. Sekeras apapun kita berusaha untuk kembali, mungkin waktu itu akan habis, hanya untuk sebuah kesia-siaan yang tak berarti apa-apa.

Takdir itu telah menjelma niscaya. Dan kehidupan akan terus berlanjut. Tak akan berhenti barang sedetikpun, meski kau (atau mungkin aku) tak menghendaki alurnya.

Tiba-tiba, aku merasa dilema. Jika Tuhan memberiku kesempatan untuk memulai semuanya dari awal, aku ragu: akankah aku senang, atau bahkan memilih untuk tak mengenalmu, sama sekali?


__

Jumat, 06 Januari 2017

Berdamai Dengan Takdir



Hasil gambar untuk gambar jalan

Diam, atau berbalik.
Dua pilihan yang ada di tanganmu.
Hadapi, atau hindari.
Pastikan kau tak akan menyesal di akhirnya!

@zahidaannayra_

Kawan, hidup ini tidak selalunya berpihak pada kita. Kadang kita perlu mengalah akan setiap realita yang terjadi. Membiarkannya mengalir sesuai taqdirnya. Kita hanya perlu mengikuti alurnya. Melihatnya dengan seksama. Kemudian menikmati setiap episodnya.

Kau pernah, berada dalam situasi yang sama sekali tidak kalian harapkan? Berada di tempat yang tidak tepat, dalam kondisi yang tidak pas, bersama orang-orang yang sama sekali tidak tepat untuk kita temui pada saat itu; menurut kita.

Orang-orang yang hadir di sekeliling kita pun, tidak selalunya mereka yang kita harapkan. Seringkali Allah sengaja menghadirkan orang-orang tak terduga di setiap kesempatannya. Kita tak pernah tahu apa maksudnya. Bahkan ketika kita sama sekali tak ingin bertemu dengan mereka. Mereka ada, hadir, dan bersinggungan dalam hari-hari.

Kesal, itu pasti. Perasaan yang wajar adanya. Kita tak ingin, namun Ia ingin. Kita tak senang, namun ini kehendak-Nya. Serasa ingin menghindar, namun tak kuasa. Pernah?

Itulah jalan yang harus kita lewati. Kita tidak akan mampu mengatur siapa orang-orang yang ingin kita temui, atau siapa yang tidak ingin kita jumpai  dalam sebuah jalan umum, bukan? Apalagi melarang sang pemilik jalan untuk membatasi sesiapa yang boleh lewat di jalan itu. Siapa kita?

Pasti ada manusia-manusia baru yang akan kita temui dalam perjalanan. Atau bahkan, kita akan menjumpai mereka yang pernah ada? Meski jalan yang kita lalui bukan jalan yang sama, bukan sebuah kemustahilan kita akan bertemu dengan mereka yang dulunya pernah hadir, kan?

Bahagia? Mungkin iya. Karena kita merasa memiliki teman di ranah yang baru. Di jalan yang mungkin masih terasa asing. Namun, apakah dari semua yang dipertemukan kembali merasakan kebahagiaan yang sama?
Tidak juga.

Sekali lagi, mereka tak ingin. Namun Allah ingin. Mungkin hati mereka tak berhenti bertanya; mengapa harus dia? Haruskah aku menjalani takdir yang sama; mengulang cerita yang pernah ada? Sejatinya, itu semua tergantung pada diri kita sendiri. Akan bagaimana kau menyikapi realita yang ada? Bagaimana kau akan menghadapi takdir yang sudah mulai diputar dalam episode kali ini. Bersama orang sama, dalam waktu dan tempat yang berbeda. Tinggal bagaimana kita akan mengambil peran di dalamnya. Sekali lagi, itu semua tergantung kita. Dan tentu saja takdir tetap akan berjalan di atasnya.

Kisahmu mungkin belum selesai di masa lampau. Dan Allah ingin kau menyelesaikannya di sini. Di persimpangan jalan yang baru. Menuntaskan apa yang telah kau mulai, namun belum juga selesai. Kisahmu mungkin masih menggantung. Dan bukankah ini waktu terbaik untuk menyelesaikan semuanya? Tunggu apalagi? Selagi kalian masih berada di jalan yang sama.


Kenapa? Bahkan kau tak ingin menyelesaikannya? Membiarkan semuanya menggantung tanpa ending yang jelas?

Jangan jadi pengecut! Karena berbagai alibi yang kau pertahankan, hanya akan membuktikan bahwa kau melarikan diri dari masalah yang sejatinya kau buat sendiri.

Face it!

Don’t Escape!

Percayalah, ceritamu akan menjadi lebih indah jika kau mampu menyelesaikannya. Allah selalu punya alasan mengapa Ia menuntunmu pada jalan ini. 
Kau penasaran? Jalani saja. J