Kamis, 14 November 2019

Kamu Boleh Menangis


Setegar apapun seseorang. Sekuat dan setabah apapun ia. Tetap saja ia perlu waktu untuk bersedih. Tetap saja ia perlu waktu untuk berduka.
Siapa bilang kamu tidak boleh menangis. Siapa bilang kamu tidak boleh berduka. Siapa bilang kamu harus selalu kuat membendung kesedihanmu.
Terkadang air mata perlu menetes untuk menyadari bahwa kamu memang sedang terluka.
Meski waktu tidak pernah berlama-lama memberikan kesempatan untukmu bersedih, bukan berarti kamu tidak boleh mengakuinya.
Hidup ini sudah rumit, masalahmu juga sudah berat. Apakah juga harus sesulit itu untuk mengakui bahwa kamu memang sedang tidak baik-baik saja.
Menangis bukan berarti kamu lemah.

Senin, 30 September 2019

Perjalanan Panjang Merelakan


“Setiap perjalanan ialah pengulangan. Tentang kesedihan demi kesedihan. Tentang kepahitan demi kepahitan. Tentang kebahagiaan demi kebahagiaan. Yang tidak bisa menolak berhenti di mana, kepada siapa".
Mungkin kamu pernah merasa sudah berjalan begitu jauh. Tapi nyatanya ketika melihat ke belakang, kamu masih di situ-situ saja. Kamu masih tertinggal, dan belum sampai di tempat tujuanmu.
Mungkin kamu pernah merasa hidupmu sudah menenangkan. Tapi nyatanya jalan terjal di depan sana masih saja menjatuhkanmu. Kembali melukaimu, dan kamu harus kembali berjuang sendirian menyembuhkan rasa sakitmu.
Mungkin kamu pernah merasa sudah menemukan perhentianmu. Tapi nyatanya masih saja berpaling. Kamu harus kembali berjalan, kembali mencari, hingga ada lagi yang bersedia mempersilahkanmu untuk berhenti.
Hidup ini sebuah perjalanan panjang merelakan. Menemukan, kehilangan lagi. Berdiri, terjatuh lagi. Tertawa, menangis lagi. Begitu seterusnya.

Tetaplah Menjadi Baik


Jangan bosan jadi orang baik, ya..

Meskipun saat itu kamu merasa sendirian dan jadi satu-satunya
Jangan pernah merasa tertekan ataupun tertindas
Karena sejatinya, saat itu kamu justru menjadi pemenang
Di saat orang lain tak acuh dan memilih untuk pergi

Kamu istimewa, karena hanya kamu yang berhasil melawan egomu dan memilih untuk peduli.
Jangan sedih, ketika mungkin suatu saat nanti perasaan dibuang dan hanya dimanfaatkan itu muncul dalam diri. Tengoklah kembali, bukankah kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri? Ketenangan itu hanya kamu yang mampu merasakannya, ketika ketulusan telah lahir dari lubuk hati.

Bersyukurlah, karna Allah memberikan empati yang lebih dalam dirimu dibanding yang lainnya. Nggak semua orang dikaruniai kesabaran sekuat kamu. Padahal justru itulah yang menjadi kunci dari ujian-ujian hidup kita.

Jangan bosan jadi orang baik, ya..

Karna, bahkan ketika kamu baru berniat pun, Allah sudah membalasnya; asal kamu benar-benar tulus berbuat karena-Nya
Meskipun saat itu masih ada keraguan untuk melakukannya, Allah yang akan kuatkan, dengan kemudahan yang lebih dulu ia kirimkan untukmu sebagai penguat, bahwa apa yang kamu lakukan itu benar adanya.

Kamu percaya kan, janji Allah adalah niscaya?
Jadi, tetaplah jadi orang baik, meskipun di mata manusia, kamu bukanlah siapa-siapa, bahkan terkesan jadi orang ketiga😄
__
-zahidaannayra

Senin, 23 September 2019

Hati yang Lapang


“Bila lelah lebih baik mengalah. Bila ragu lebih baik menunggu. Sebab hati yang lapang hanya bisa dipahami oleh pemiliknya sendiri”.
Berhentilah sejenak jika perasaanmu sudah sangat lelah. Menepilah sesaat dan izinkan hatimu untuk merebah.
Tidak apa-apa jika kamu harus mengalah. Terkadang keadaan memang membutuhkan sebuah kesabaran yang lebih untuk memahaminya.
Kuat atau lemahnya dirimu tidak diukur dari seberapa hebat kamu mempertahankan pendapatmu. Tetapi dari seberapa tulus hatimu mencoba untuk mengerti situasi.
Berilah sedikit jarak dari apa-apa yang kamu ragukan. Barangkali perasaanmu memang butuh waktu yang lebih lama untuk mempertimbangkannya.
Tunggulah hingga rasa percayamu tumbuh, hingga keyakinanmu dimantapkan untuk memilihnya.
Berani atau tidaknya mengambil keputusan, bukan soal cepat atau lambatnya kamu memilih. Tetapi soal seberapa yakin kamu menyerahkan segenap hatimu untuk menjadi bagiannya.
Sebab hati tak pernah salah memilih. Ia hanya ingin jatuh di waktu yang tepat, bersama perasaan yang benar.
Standarhttps://ibnufir.wordpress.com/page/1/

Minggu, 22 September 2019

Keterpisahan Itu..


“Aku nggak mau nangis.” Kataku selepas kamu memelukku, sejenak sebelum kamu benar-benar pergi dari hadapanku. Dan untuk hari-hariku selanjutnya.

Ya, akhirnya, semenjak aku sempat menangis membayangkan perpisahan ini beberapa bulan sebelumnya, pada akhirnya hari ini kamu benar-benar pergi. Dan tak kembali.

“Kenapa??" Tanyamu.

“Enggak. Biasanya aku baru kerasa nanti. Setelah kamu benar-benar tak ada lagi di hadapan.”

Benar saja, baru sepersekian detik mobilmu menghilang dari tikungan, rasanya seperti ada yang kau bawa pergi dari sini. Seperti ada yang tiba-tiba kosong di dalam sana. Satu celah yang memang ikut berongga seiring dengan kepergianmu.

Ah, sesak rasanya. Tapi aku mau nangis sama siapa? Kalau pelabuhannya pun tak lagi ada?
Ah, selalunya, kehilangan itu menyakitkan. Kehilangan selalunya mencipta ruang kosong yang tak mampu digantikan oleh apapun maupun siapapun.

Entah, pertemuan seperti apa yang pada akhirnya mendekatkan kita. Seseorang yang secara karakter mungkin sulit untuk share everything sampai sejauh ini. But, we did it. Aku pun tak pernah menyangka bisa memahamimu sejauh ini. Aku tak pernah menyangka bahwa kita bisa beriringan sejauh ini.

Kamu yang katanya nggak pernah bisa dan nggak mau nangis di depan oranglain, pada akhirnya kamu pun yang selalunya nggak bisa nahan airmata itu buat nggak keluar kalau udah ada di hadapanku.

Kamu, terimakasih telah berbagi banyak hal, yang mungkin nggak bisa kamu bagi ke sembarang orang. Terima kasih karena telah percaya.
Terimakasih juga, sudah berkenan menerimaku apa adanya. Merawatku ketika sakit. Mendengarkan ketika aku butuh untuk itu. Thankyu for being my shoulder to holding on..

Ya, pada akhirnya aku menangis. Sendiri. Selepas kepergianmu siang tadi.
Dan aku harus mulai beradaptasi lagi. Menghadapi segalanya sendiri. Tanpa kamu yang biasanya ada untuk berbagi. Sebab kamu tau, bukan suatu hal yang mudah untukku melakukannya pada sembarang manusia.

Kamu,  selamat jalan. Selamat berjuang. Yang harus kamu tau, ada doa yang senantiasa mengiringi langkah dan kepergianmu; dariku.
__
#latepost-

Senin, 22 Juli 2019

Terkenang


Kamu apa kabar?
Siang ini, ada kiriman paket mendarat untukku. Ada bubble wrapnya di dalem. Dan pikiranku langsung inget kamu. Katamu, ada kebahagiaan tersendiri mainan bubble wrap. Sesederhana itu. Dulu buble wrap itu sering jadi rebutan kamu sama yang lainnya. Sekarang ia teronggok; nganggur di atas meja.

Kamu apa kabar?
Apa kamu baik-baik saja di tempatmu yang baru? Sudah kerasan kah?
Apa kamu bahagia? 
Semoga.

Kamu apa kabar?
Baru dua bulan, namun hampa itu begitu terasa. Rasanya apa yang di dalam sana seakan siap untuk  meledak kapanpun ia mampu. Namun kau tau? Ia tertahan, seakan mengetahui, bahwa ini belum saatnya. Sepertinya ia paham, dimana muara yang harus ia tuju untuk menumpahkan segala-galanya.

Pernah, ia begitu bahagia. Seakan siap menumpahkan semuanya ketika muara itu telah ada di depan mata. Namun sekali lagi ia tertahan, sebab ada kapal lain yang sedang merapat di tempatnya. Menempati posisinya. Dan ia memilih untuk mengalah, menunggu untuk menepi. Meski pada akhirnya ia kehabisan waktu untuk itu.

Kamu apa kabar?
Aku ingin menangis, namun tak kuasa.
Aku tau aku rapuh, sehingga butuh akan sandaran yang mampu menenangkan tangis yang telah sekian lama tertahan. Aku tau aku butuh. Namun sepertinya aku harus bersabar sedikit lebih lama lagi.

Kamu apa kabar?
Sudah lama rasanya tak ada yang datang, bercerita, berceloteh ria, bahkan menangis di pangkuan, kemudian luruh dalam kisah yang tak mampu kau tahan. Kau tau? Hanya pada saat itu aku merasa begitu dibutuhkan, meski belum mampu menjadi teman yang mampu menenangkan.

Kamu apa kabar?
Setelah sekian waktu berlalu,
aku hanya rindu.


Itu saja. 
__

Jumat, 03 Mei 2019

Bersikap Dewasa


“Jika hatimu memang sedang sakit,
Jangan kemudian kau lampiaskan kepada oranglain
dengan menyakitinya juga”
-zhda


Ada saat kamu sedang kalut.

Hatimu sakit akan perlakuan oranglain terhadapmu.
Kamu menangis, kemudian mengurung diri. Mengisolasi diri atas oranglain yang bahkan datang kepadamu dengan wajah ceria.

Kamu merutuki dirimu sendiri dengan menyalahkan oranglain yang membuatmu badmood seharian. Sayangnya, oranglain yang tidak ada sangkut pautnya dengan masalahmu pun kena imbasnya.

Kamu paksa oranglain untuk memaklumi apa-apa yang sedang kau alami. Kamu menuntut oranglain untuk memahami keadaanmu. Kemudian memusuhi mereka yang tidak mengerti dengan apa yang sedang kau hadapi.

Satu, dua kali mungkin wajar.

Namun jika setiap kali kau terluka dan patah lantas menghalalkan perlakuan buruk terhadap oranglain yang tidak ada hubungannya dengan masalahmu, apa itu masih bisa dimaklumi?

Ini memang hidupmu. Kamu mungkin bebas untuk melakukan apapun yang berhubungan dengan diri dan kehidupanmu.

Tapi, ada satu hal yang kamu perlu kau ingat. Di dunia ini, kamu tidak hidup sendiri. Kamu mungkin punya dunia sendiri dengan lingkup yang memang hanya dirimu yang berhak atasnya; jika kamu tidak melibatkan oranglain di dalamnya.

Namun yang perlu digaris-bawahi di sini adalah, kamu tidak bisa semena-mena menghalangi oranglain untuk masuk dan bersinggungan dengan kehidupanmu. Karena realitanya, kamupun bagian dari hidup mereka. Begitupun sebaliknya. Dan kamu nggak akan bisa menafikkannya.

Karena dirimu hidup bersama oranglain. Dan tidak akan mungkin bertahan sendiri.

Kamu nggak bisa terus menerus meminta pemakluman mereka atas perlakuan buruk yang kamu berikan ketika hatimu sedang kalut. Sebab, tidak semua orang mampu untuk itu. Pun tidak semua orang tahu akan masalahmu.


Be humble. Jangan egois. Hargai mereka. Perlakukan orang-orang di sekitarmu dengan baik. Berterima-kasihlah. Sebab tanpa mereka, kamu pun bukan siapa-siapa.

__
@zahidaannayra

Rasa yang Kau Ada-Adakan Sendiri





Kamu selalu merasa sendiri. Tidak ada yang peduli. Semua acuh, apalagi memahami. Kamu merasa terasing, meskipun di sekelilingmu ramai oleh hiruk pikuk dunia yang tiada habisnya. Kamu merasa sepi, dan merasa tidak ada orang yang benar-benar mengerti.

Padahal, kamu tahu? Sejatinya segala rasa itu ada karena kau ada-adakan sendiri. Kamu membuat kesimpulan tanpa melihat lebih cermat atas apa-apa yang terjadi di sekelilingmu. Tanpa sadar, justru kamulah yang menutup diri dari oranglain hanya dengan rasa yang kau buat-buat sendiri.

Kamu belum mencoba untuk membuka hati, namun memilih untuk lebih dulu menghakimi.

Sejatinya, hidup itu hanya tentang bagaimana kamu mengambil sikap atas pilihan-pilihan yang telah kau tetapkan sendiri.

Sedih, sepi, sendiri, gundah, gulana, bahkan bahagia. Semua itu ada karena pilihanmu sendiri.

Kamu tidak pernah meminta kesedihan itu datang. Namun jika memang sudah waktunya ia hadir, kamu pun seharusnya mampu mengkondisikannya. Semua hanya tentang bagaimana kita mengambil sikap atas apa-apa yang terjadi dalam hidup ini.
__
Lihatlah lebih dekat, dan kau akan mengerti.

Bukankah aku sudah berpuluh kali mengatakan hal ini kepadamu?

Jangan pernah menyalahkan orang lain yang tak peduli. Jangan pernah menyalahkan sepi. Jangan pernah merasa terpuruk dan sendiri. Jika kamu sendiri belum mampu untuk membuka hati.

Banyak orang-orang peduli. Banyak orang-orang mencoba menawarkan waktu untuk berbagi. Namun semua itu seolah luput, karena fokusmu hanya pada dirimu sendiri, dan oranglain yang kau harapkan peduli, namun ia acuh tak memahami.

Hingga mereka yang dengan tulus ada di sisimu selama ini, seperti angin lalu tak berarti. Tidak ada apa-apanya. Tidak ada pengaruhnya, sama sekali.



@zahidaannayra_ 

Kamis, 21 Maret 2019

Ikhlaskan Saja..


Untuk segala keputusan yang akhirnya kau ambil sebagai jalan penentuan, ikhlaskanlah..
Lepaskanlah dengan sebenar keikhlasan yang membuat dadamu lapang. 
Apapun itu, jangan pernah kau sesali. Bukankah kau telah merenungkannya berulang kali?
Tak apa. Yakinlah itu memang yang terbaik dari semuanya.

@zahidaannayra_

Karena untuk bertahan pun, semua ada waktu berakhirnya. Bahwa untuk bersabar pun, tetap ada batas untuk kemudian berbenah dengan usaha lainnya. Ada batas waktu dimana kau harus mengobati luka tanpa membiarkannya berlama-lama. Sebab tak semua orang mampu untuk membiarkan dirinya terluka terlalu lama. Lebih baik beranjak untuk kemudian mencari penawarnya.

Ada kalanya seseorang harus melawan keegoisan untuk selalu menuruti perasaannya hanya karna ingin. Bagaimanapun, hati punya hak untuk sembuh. dan kau harus mengusahakan bagaimanapun caranya. 

Aku tahu itu berat. Dan konsekuensi pasti hadir mengiringi keputusan itu.
Obat itu pahit. Namun jika ingin sembuh, kau harus menelannya. Tak apa. Bertahanlah sedikit saja. Yakinlah bahwa setelahnya, kau akan lebih baik dari sebelumnya.

__
19-03-19

Rabu, 13 Maret 2019

Beranjaklah Seutuhnya


Jika kamu telah mengambil langkah untuk menjauh, jangan lagi coba-coba mendekat. Mencuri-curi pandang kesempatan untuk sekedar melihatnya. Berpura-pura lewat hanya untuk memastikan adanya.

Bila kamu telah memutuskan untuk melepaskan, lepaskanlah seutuhnya. Jangan lagi mencari-cari keberadaannya. Jangan lagi melontar tanya penasaran dimana ia berada.

Jika kamu telah mengambil langkah untuk melupakannya, jangan lagi bertanya-tanya kemana perginya, dengan siapa, dan apa yang akan dilakukannya..

Bila kamu telah memutuskan untuk menjauh, melepaskan, kemudian melupakannya, namun masih stagnan pada kebiasaan-kebiasaan yang dahulu pernah kalian lakukan bersama, lalu, bagaimana kamu akan mampu beranjak seutuhnya? Sedang luka yang ada, bukan sedikit-demi sedikit kau obati, namun justru kau pupuk dengan sayatan lain yang membuatnya semakin menganga..

Bagaimana mungkin luka itu mampu sembuh, sedang kau tak mengupayakannya? 

"Setidaknya jika ingin luka itu sembuh, berhentilah untuk menengoknya, berhentilah untuk menyentuhnya, berhentilah untuk terus memperhatikannya. Waktu akan menyembuhkan. Setidaknya jika tidak hilang, kamu akan terbiasa dan mulai mati rasa."

 @mbeeer_

Senin, 11 Maret 2019

Bertahanlah Satu Hari Lagi



Mungkin ini berat. Mungkin rasanya menyiksa hingga mati terasa jauh lebih baik ketimbang bertahan melewati ini semua. Aku mengerti. Aku tau ini semua terasa tidak adil. Seakan berusaha adalah percuma. Seolah tiap tenaga hanya tak lebih dari sebuah usaha untuk menahan luka lebih lama.

Namun begitulah hidup. Setiap orang akan merasakannya, dipaksa melepas apa yang begitu digenggam dengan bahagia, dipaksa ikhlas ketika sudah berjuang sekuat tenaga. Aku tau ini berat, begitu berat. Tapi percayalah, semua ini akan berlalu. Berubah menjadi lebih baik.

Waktu akan menyembuhkan segalanya. Sulit memang rasanya untuk kembali percaya setelah semua kecewa. Namun biar bagaimanapun hidup akan tetap berjalan, waktu akan selalu menyembuhkan luka. Dan kelak semua akan kembali baik-baik saja.

Kau hanya butuh bertahan satu hari lagi.

Setiap harinya.


Tak usah terburu-buru untuk bangkit. Pelan-pelan saja. Melangkahlah perlahan. Tanamkan sedikit kata-kata dalam kepala bahwa terkadang ada hal-hal yang tak mungkin kita dapatkan sekeras apa pun kita telah berusaha.
Bertahanlah.
Sehari lagi.
__
@BK

Kamis, 14 Februari 2019

Bagaimana??


“Apa kau percaya, jika aku mengatakan bahwa aku menunggumu selama ini?”

Bagaimana mungkin aku percaya? Sedang realita di depan mata bertolak belakang dari pernyataan yang baru saja kau kata..

Bagaimana mungkin aku percaya? Sedang gesture, mimik wajah, dan tatapan matamu tak mampu kau manipulasi adanya;

Bahwa kau begitu bahagia ada di sampingnya.
Bahwa kau begitu menikmati saat-saat bersamanya.
Bahwa kau begitu nyaman ada di sisinya.
Bahwa kau merindukan saat-saat bersamanya..

Lalu, bagaimana aku bisa percaya, saat realita menyatakan bahwa bahagiamu ada bersamanya?
Salahkah jika aku tak mampu semudah itu percaya?

Aku terlalu takut untuk membuka hati seperti sedia kala. Aku terlalu takut untuk mengingat segala rasa sakit yang ada..

Kau mungkin tak pernah tahu, betapa tak mudah bangkit sendirian dari patah yang menyakitkan. Kau mungkin tak pernah tahu, berapa banyak malam yang basah oleh airmata kenestapaan. Kau mungkin tak pernah tahu, betapa tak mudah berjuang sendirian.

Aku mungkin terlalu takut untuk percaya lagi..
Sebab yang patah, tak semudah itu disatukan.

Kau tahu?
Patah itu sakit.
Jatuh itu sakit.
Kecewa itu sakit.

Sebab kusadar, bukan pada-Nya harapan itu kuletakkan seutuhnya. Aku terlanjur salah dalam melabuhkan pengharapan atas segala kesah kehidupan. Aku terlanjur salah memetakan pengharapan. Hingga Ia jatuhkan aku dalam kecemburuan.

Ya, aku tahu. Tidak seharusnya aku menyalahkan kamu ataupun dia yang mengudara dalam hatimu.
Ini sepenuhnya salahku. Dan sudah selayaknya aku memohon ampun kepada Rabbku.  
__


Aku sangat ingin percaya. Namun bagaimana? Bisakah kau tunjukkan caranya?

Kamis, 07 Februari 2019

In Missing You


Ada rindu yang tak perlu susah payah kau jelaskan dengan penafsiran yang membuat lisanmu berbuih busa

Ada rindu yang tak selalunya mampu kau ungkap sebagaimana rasa yang berkelindan di dalamnya

Ada rindu yang tak selalunya mampu kau tafsirkan dengan kekata

Cukup dengan melangitkan doa untuknya, dan Allah yang akan menyampaikannya

Cukup dengan kau sebut namanya dalam tengadah malam, dan Allah yang akan mengetuk hati sang pemilik nama

Cukup dengan mendoa kebaikan untuknya, dan Allah yang akan satukan hati kalian dengan cara-Nya 

Dan yang paling penting, 

Jangan lupa tuk mendoa temu dengannya di Syurga, dan kerinduan itu akan menuai bahagia, selamanya.

__
#inmissingyou 😘
@zahidaannayra_.

Jumat, 01 Februari 2019

Kepergianmu_



“Nyesek tau”

“Kenapa? Karna kita nggak jadi pergi bersama?”

“Itu sih udah pasti. Tapi ada hal lain yang bikin aku lebih nyesek daripada ini.”

“Apa?”

“Karna kamu mau ninggalin aku.”

“Ahahaha.. nggak usah lebay deh. Nggak mungkin juga kamu sedih aku tinggalin. Lagian ini juga nggak lama kok, cuma sementara..”

“Iya, sementara. Untuk kali ini. Beberapa bulan selanjutnya nanti kamu bakal bener-bener pergi.”

“Yaa, kan nanti masih ada waktu sebelum kepergian aku..”

“Kenapa sih, kepergianmu harus diajukan?”

“Ya aku juga nggak tau. Dari atasannya gitu. Mau gimana lagi? Aku juga nyesek kali.”

“Maaf ya.. Toh ini juga bukan kehendak aku.” Katamu lagi.
__
Ah, jadi kayak gini rasanya mau ditinggal? Jadi gini rasanya mempersiapkan mental untuk berjarak?

Kamu nggak pernah tau, kalau aku nggak pernah bercanda soal sedihku.  Kamu nggak pernah tau perihal rindu yang sering tiba-tiba hadir ketika perbincangan antara kita telah lama mengering dari lisan. Kamu nggak pernah tau, betapa kadang aku iri dengan kesibukan yang begitu menyita waktumu. Atau, mereka yang setiap hari leluasa berinteraksi denganmu.

Bagaimanapun, meninggalkan selalunya lebih mudah daripada yang ditinggalkan, bukan? Karena yang meninggalkan itu ibaratnya terbang, pergi menjelajah dunianya yang baru. Sedang yang ditinggalkan? Hanya mampu terperangkap dalam kubangan kenangan dan rindu di tiap tempat dan waktu.
__
“Aku mau umpetin sepatu kamu.”

“Kenapa?”

“Biar kamu nggak jadi pergi.”

“Umpetin aja.” Katamu sambil tertawa.

“Nanti kalau aku ketiduran, dan kamu harus berangkat, bangunin aku, ya..”

“Iya..” kamu tersenyum. Lagi. Dan aku sengaja berpaling; menyembunyikan mata yang mulai berkaca.
__
Ah, jadi gini rasanya ditinggal?
Padahal kamu belum pergi. Tapi aku udah sesedih ini.

Kamu, hati-hati di jalan, ya..
Semoga selamat sampai tujuan. Semoga tugasmu dimudahkan, dan segala urusanmu dilancarkan.
Maaf, nggak bisa membekali apa-apa. Hanya doa yang sentiasa terlantun mengiringi setiap langkah kepergianmu.
__
*kamu pasti nggak percaya, kalo aku nulis ini sambil berkaca-kaca.
Sekarang udah tau, kalo kamu seberharga itu? Udah percaya, kalo ada orang yang bisa menganggapmu berharga dalam hidupnya?

Kamu, jangan pernah lagi menganggap dirimu bukan siapa-siapa di mata oranglain. Dan setelah ini, semoga kamu bisa berhenti menganggap dirimu biasa saja..

Cause you’re amazing..

Just the way you are..
__
#day16
#30haribercerita
@zahidaannayra_

Minggu, 27 Januari 2019

Istiqomah part 2



Aku teringat akan seorang sahabat nabi yang bertanya kepada Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam; “Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku tentang Islam, yang mana saya tidak perlu menanyakannya kepada oranglain.”

Rasulullah menjawab; “Qul amantu billahi tsummastaqim.”
Katakanlah bahwa aku telah beriman kepada Allah, kemudian istiqomahlah. (HR. Muslim)

Kalimat itu singkat dan pendek untuk disampaikan. Namun tahukah, kalimat yang singkat itu sejatinya telah mengandung makna berislam secara keseluruhan. Singkat. Namun pengamalannya tidaklah sesingkat mengucapkannya. Butuh realisasi seumur hidup untuk menjalankannya.

Ya, sama sekali nggak gampang. Dan Rasulullah tahu benar akan hal itu. Maka, Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda ketika ada yang bertanya; “Wahai Rosulullah, amalan apa yang paling baik dilakukan?”

“Amalan yang dikerjakan terus menerus meskipun sedikit.“ jawab Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Tak perlu muluk-muluk, namun konsisten untuk menjalankannya menjadi lebih baik, daripada banyak namun cuma sekali. Lebih baik lagi banyak, namun konsisten.

Karena tak mudah, Allah tak pernah memaksakan hamba-Nya dengan mewajibkan amalan yang banyak secara terus menerus. Sebab Allah tahu, manusia itu tempatnya bosan dan lalai. Butuh azzam yang kuat untuk melazimi suatu amal baik.

Karena iman itu fluktuaktiv. Nggak stabil. Banyak futurnya daripada semangatnya. Lebih sering yangqus, daripada yazid-nya.

Maka, bertahap saja. Pelan-pelan. Kalau udah mulai terbiasa, frekuensinya dinaikkan. Sedikit-sedikit. Dilazimi. Nggak usah berlebihan, takutnya nanti ketika futur, imannya lagi low, malah ditinggalkan sama sekali.  Terus harus ngulang dan mulai dari awal lagi. Padahal untuk memulai lagi, itupun perlu perjuangan sendiri.

Berat, tapi nggak papa. Bukan berarti nggak bisa. Awalnya mungkin memang terpaksa, lama-lama terbiasa, terus jadi hobi. Kemudian mengendap tanpa sadar. Hingga bermetamorfosa menjadi sebuah karakter dan akhlak. Biidznillah..
__
#day15
#30haribercerita
@zahidaannayra_

  

Istiqomah part 1



Ternyata, istiqomah itu nggak gampang ya? Untuk konsisten terhadap satu hal, terlebih satu pekerjaan selama terus menerus itu sama sekali nggak semudah bayangan awalnya.

Contoh kecil yang sedang aku alami adalah, di program #30haribercerita ala aku sendiri, sekarang harusnya udah sampe hari ke 15 dari 30 hari rencana posting everyday. Tapi kenyataannya?😕

Postingan aku baru sampe di hari ke 13. Itupun aku rasa banyak banget yang mayoritas kerjanya marathon. Lihat aja tanggal yang tertera, sering aku posting dalam sehari dua, atau bahkan tiga. Daripada tepat waktu, aku lebih sering qadha’.😔

Adaa aja alesannya buat nggak nulis dalam sehari. Belum ada idelah, nggak mood lah, banyak tugas lah, nggak ada waktu laah..🙇

Ah, kadang capek sendiri sama alibi-alibi yang terus menerus dihadirkan sama diri sendiri; seorang cewek labil dan mood-mood-an alias moody. Nggak kehitung udah berapa kali aku berniat berhenti dari program #30haribercerita ini. Karena memang banyaknya tugas kuliah, makalah, turats dan lain sebagainya yang juga menguji kesabaran di setiap harinya.

Kalo udah ngadep laptop, rasanya seolah-olah semuanya melambai-lambai minta disambangi. Dan akhirnya lihat laptop pun bawaannya jadi horror.😩

But, the show must go on, right? Kalo dihindari terus, yang ada semuanya justru tambah numpuk dan nggak akan ada habisnya. Kalo cuma dipikirin tanpa mau gerak dan action buat nyelesaiin satu satu, kapan selesainya?

__

Seringkali manusia terlalu disibukkan oleh pikiran-pikiran terhadap masalah yang ada, tanpa memikirkan jalan keluar dan penyelesaian dari masalah itu sendiri. Sehingga bukan titik terang yang didapatkan, tapi justru pening dan stress berkepanjangan yang semakin menggentayangi otak dan pikiran.

Akhirnya, meskipun jatuh bangun, tersaruk-saruk, sampe ngesot-ngesot, aku memutuskan untuk tetep berjuang menuntaskan apa yang udah aku mulai. Meskipun kelihatannya masa 30 hari yang sejatinya tinggal tersisa setengahnya lagi itu terjal pake banget prosesnya dan mungkin sering terpaksa harus rapel postingan, no problem lah. Better yes than not at all, right?

Daripada aku berhenti terus sama sekali nggak nulis, atau mungkin tetep nulis tapi nggak terkontrol, lebih baik dilanjutkan apa yang udah setengah jalan ini, kan? -ngomong sama diri sendiri-

Jujur aja, adanya program #30haribercerita ini seakan menjadi pendorong sekaligus tuntutan bagi otak untuk terus memproduksi ide untuk dituangkan. And honestly it’s not easy at all. Butuh kesabaran ekstra –buat aku- untuk tetap konsisten pada jalan yang udah aku putuskan untuk melaluinya. Jadi, nggak tanggung jawab banget kalo akhirnya aku ambil langkah  cut and bear it in the middle of the road. Its’not responsible, dude! –masih ngoceh sendiri-

“Sekarang rajin posting ya Kak, jadi semangat baca blog Kakak lagi..”

“Lagi nulis yaa, aku tunggu postingan selanjutnya ya..”

“Masya Allah ya kamu, tugas kuliah bejibun gini, masih aja rajin posting.”

“Semangat ya, aku tetep stay dan baca tulisan-tulisan kamu kok.”

Aahh, terima kasih buat kalian semua yang udah jadi penyemangat di sela-sela perjuangan dan uring-uringan aku masa-masa ini. Adanya respon dan komentar dari pembaca itu udah jadi satu suntikan tersendiri buat aku untuk tetep nulis on the track, meskipun harus ugal-ugalan like this. Setidaknya, masih ada alasan bagiku untuk tetap posting di setiap harinya.💖

Jadi, readers yang kucintai..💝😍

Jangan pernah bosen buat mampir kesini ya. Kasih komentar yang membangun untuk setiap tulisanku yang masih alakadarnya ini. Siapa tau mampu menjadi perbaikan bagiku kedepannya.

Tanpa kalian, tulisanku tak akan bermakna apa-apa, pun tak bermanfaat bagi siapa-siapa -selain diriku sendiri-. Saran, masukan dan kritik dari kalian adalah suatu hal yang selalu aku tunggu-tunggu kehadirannya. Jadi, jangan pernah bosen ya..


Luv u..

-zahida-

__
*btw, jangan sungkan-sungkan buat ninggalin komentar ya.. sekedar say hi juga aku udah bahagia kok..😄

#day13
#30haribercerita

Sabtu, 26 Januari 2019

Episode Baru


"Ketika menikah nanti, apa kau akan memberitahuku?"

"Tidak."

"Kenapa?" tanya perempuan itu mengerutkan kening.

"Karena kita akan merencanakannya bersama." jawab Arya sambil tersenyum.

Senyum yang selalu mampu mencipta debar di hati Ara. Senyum yang diam-diam selalu mampu menerbitkan bunga-bunga harapan di hati perempuan itu.

Ara tersenyum tanpa sadar mengingat potongan kecil kenangan mereka. Sekilas, senyuman Arya melintas di pikirannya. Hanya selintas, namun berhasil mencipta denyut yang tak biasa. Masih sama seperti ketika senyum itu hadir membersamai hari-harinya, dulu.

Ia tersadar sebelum terlambat. Segera ia tepis bayang-bayang kenangan yang sempat membuatnya hanyut dan terlena. Kisahnya bersama Arya mungkin tak sesuai dengan bayangan keduanya. Bagaimanapun, manusia mempunyai jalan takdir masing-masing yang tak dapat dipaksakan adanya.

Episode itu telah lewat. Dan kenyataan hidupnya sekarang ada di depan mata. Sudah seharusnya ia menepis jauh-jauh masa lalu yang sempat membuatnya hampir berputus asa.

"Mama..." Reina masih dengan balutan handuknya berlari memeluk Ara.

"Sayaaang, jangan dulu peluk mama, nanti baju mama basah. Yuk ganti baju dulu sama papa." Rafa menggendong Reina dan menempatkan di punggungnya.

Ara tersenyum melihat lelaki itu basah hampir sebagian besar bajunya. Hari ini ia memaksa lagi untuk mengurusi Reina dari pagi hingga sore. Termasuk memandikannya. Selagi libur, katanya.

Rafa, seorang lelaki sederhana yang dengan kesantunannya mampu menarik hati kedua orangtuanya. Meski di awal Ara berontak dengan jalan hidupnya, namun akhirnya ia memilih untuk mengikhlaskan. Perempuan itu mencoba untuk membuka hatinya; memberi kesempatan lelaki pilihan kedua orangtuanya untuk menjadi pendamping hidupnya. Membersamai hari-harinya setelah patah yang nyaris membuatnya putus asa.

"Aku tahu, hatimu belum seutuhnya memilihku. Namun aku akan tetap mencoba membahagiakannya." bisik Rafa sesaat setelah airmata Ara tumpah di hari pernikahan keduanya.

Lelaki yang bukan siapa-siapa itulah yang pada akhirnya mampu menutup luka di hati Ara. Membawa babak baru dalam kehidupan bahagianya. Hingga kemudian lahirlah Reina; putri cantik yang akhirnya hadir; menggenapkan bahagia keduanya.

__

"Remember him anymore?" tanya Rafa yang tiba-tiba telah ada di sampingnya.

Ara tergagap. Kemudian menggeleng cepat. Rafa tersenyum, kemudian mengambil undangan biru di tangan Ara.

"Kamu selalu gagal dalam berbohong, Ra.." ujarnya sambil membenahi undangan yang koyak bekas genggaman Ara.

Perempuan itu merasa bersalah. Ia memang sempat terkenang sesaat dengan kehadiran undangan Arya yang ditujukan untuknya. Mereka dulu pernah berencana untuk mendesain undangan pernikahan dengan nuansa biru. Dan ternyata Arya benar-benar merealisasikannya. Meski bukan nama Ara yang tertulis bersanding dengan namanya di dalam sana.

"Tak apa, akan selalu ada masa bagi tiap manusia terkenang dengan apa-apa yang pernah singgah di hatinya. Terlebih, pada ia yang bahkan telah memahat prasasti di dalam sana." 

Kata-kata Rafa sukses membuat pertahanan Ara runtuh. Air matanya kembali luruh. Rafa memeluk istrinya lembut. Ia tahu, tak mudah bagi Ara melupakan begitu saja seseorang yang telah begitu lama membersamainya. Terlebih kemudian ia pergi begitu saja tanpa kata.

"Maafin Ara, Mas.." kali ini, bukan luka yang membuat Ara menangis. Namun ketulusan dan kasih sayang Rafalah yang seolah menjadikannya seorang pesakitan tanpa makna. Lelaki itu anugrah terindah dalam kehidupan Ara. 

"Makasih, Mas, sudah datang di waktu yang tepat. Ara janji akan berusaha menjadi istri yang baik untuk Mas Rafa, dan ibu yang baik untuk Reina.." Ara memeluk suaminya erat. Lelaki itu adalah surga baginya. Dalam hati, perempuan itu berjanji akan belajar mencintainya seutuhnya.

__
#day12
#30haribercerita
@zahidaannayra_



Kamis, 24 Januari 2019

Sebuah Petuah



Sebuah petuah;

Nak, dalam hidup ini;
akan selalu ada orang-orang yang tidak suka melihatmu bahagia
akan selalu ada orang-orang yang mencemooh atas karunia yang dianugrahkan untukmu 
akan selalu ada orang-orang yang memandang sinis kebahagiaan yang kau punya

Tak apa,
jangan pernah berkecil hati
Kau hanya perlu bersyukur atas tiap nikmat yang telah kau terima
Kau hanya perlu bersyukur atas tiap bahagia yang Allah anugrahkan untukmu

Jangan heran, sebab akan selalu ada orang yang berusaha merusak bahagia yang kau punya, 
bahkan menjatuhkanmu di depan banyak manusia

Kau hanya perlu sedikir tegar dan bersabar 
Sebab Allah selalu ada di sisimu
dan janji-Nya tak pernah alpha akan Jannah Firdaus-Nya

Nak,
tetaplah berbahagia
sebab ini hidupmu, bukan hidup oranglain_.

__
@zahidaannayra_
#day11
#30haribercerita

Menimbang Syukur


Kadang, kita terlampau naif dengan merutuki hal-hal kecil yang dimiliki orang lain namun tidak kita miliki.Untuk kemudian lupa, bahwa banyak kesyukuran yang terlewat atas nikmat yang berlimpah, namun seolah sirna.

Sebab kedengkian dalam hati telah mendominasi tanpa kita sadari, hingga menjelma menjadi gumpalan hitam yang menurunkan hujan kenestapaan. Seakan-akan hidup kita paling menderita dibanding yang lainnya. Seakan-akan beban hidup kita lebih berat dari yang lainnya. Kemudian berpikir, bahwa Allah tidak adil terhadap hamba-hamba-Nya. Allah pilih kasih dalam menetapkan rizki dan nikmat untuk manusia.

Duhai, cobalah sejenak kita menutup mata. Rasakan betapa dunia gelap tanpa cahaya jika kedua bola mata ini tidak lagi Allah kehendaki untuk melihat indahnya dunia. Cobalah hirup dalam-dalam udara yang tidak ada batas dan bayarannya sepanjang detiknya. Bayangkan jika tiba-tiba Allah menjadikannya berbayar atas setiap oksigen yang kita butuhkan setiap harinya. Tentu banyak manusia yang tak akan bertahan lama hidup di dunia.

Duhai, lupakah kita akan nikmat mendengar, merasakan, nikmat sehat, kesempatan hidup, bahkan nikmat terbesar yang kita punya; iman dan islam yang masih melekat dalam kehidupan? Tidakkah kita lihat sekeliling; orang-orang yang menyayangi tanpa tendensi, mereka yang hadir membersamai hari-hari-hari? Bukankah itu semua nikmat tiada terperi?

Itu semua yang ada, dia pun juga punya. Lihatlah, dia begitu sempurna; tiada kurang suatu apa.

Ya, kamu merasa kurang, karena memang kamu kurang syukur. Kamu hanya hanya memandang sebuah kenikmatan dari segi banyak-sedikitnya materi yang ada, atau prestasi dan tampilan yang seolah-olah sempurna tanpa cela. Kamu merasa kurang karena kamu sibuk membandingkan kenikmatan-kenikmatan yang kamu miliki dengan apa-apa yang orang lain punya.

Sedang kita tidak pernah tahu, berapa malam yang mungkin mereka lalui dengan peluh dan perjuangan panjang untuk sampai di titik yang bagi oranglain mengagumkan dan menjadi impian.

Sadarkah, sampai kapanpun kita tidak akan pernah merasa puas dan cukup jika terus melihat ke atas. Cobalah sejenak merunduk; melihat mereka yang ada di bawah kita. Membayangkan seandainya kita ada di posisi mereka. Bayangkan jika suatu saat Allah menimpakan keadaan yang lebih buruk dari sekarang. Apakah semua nikmat yang kita punya harus diambil dulu, lantas kita baru mau bersyukur dan menyadari, bahwa karunia-Nya tak ternilai harganya?

Lainsyakartum la'aziidannakum Wa lainkafartum inna 'adzabii lasyadiid..

Mari merenungi, mari bermuhasabah diri. Sudahkah kita bersyukur hari ini?

__
#day10
#30haribercerita
@zahidaannayra_

Senin, 21 Januari 2019

Membiarkanmu Pergi.. (lagi)


Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, aku tak ingin masuk dan ikut campur dengan urusan dan kehidupanmu. 
Untuk pertama kalinya, aku ingin berpura-pura -menahan lebih tepatnya- untuk tidak lagi masuk ke ranah perasaanmu. Yang memang kenyataannya tidak ada lagi peranku di dalamnya. Lalu, untuk apa aku harus masuk dan menyelam kembali?

Aku sudah cukup dibiarkan berenang ke tepian sendiri. Menerjang ombak yang bahkan berkali-kali menghempaskan aku yang rapuh. Tak peduli berapa kali ombak menjauhkanku dari daratan yang kutuju, kau pun acuh;  tak peduli.

Untuk pertama kalinya, setelah sekian lama membersamai; berenang dan menyelami kehidupan ini bersama, aku mencoba menahan diri untuk tau perihal gerimis yang hadir siang tadi. Aku mencoba menahan diri, meski seluruh tanya berkecamuk dalam kepala. -dan lagi, aku menyesal ketika tanya itu pada akhirnya tak mampu kubendung dari sanubari-. 

Baru kali ini aku menyesal memberikan simpati (lagi) pada dukamu. Sebab lagi lagi, hempasan keras yang pada akhirnya melukai (lagi) kudapatkan dari hasil peduliku akanmu.

Aku menyesal, karena sebenarnya kesadaran itu ada; bahwa bukan aku (lagi) yang kau butuhkan untuk ada di sisimu. Bukan aku (lagi) yang kau butuhkan sebagai tempat melepas segala tangis dan laramu. Bukan aku (lagi) yang kau butuhkan untuk meredam amarah, sedih, bahkan tangismu.

Aku sebenar sadar, meski hati tak semudah itu dikendalikan. Hanya bingkai usang sebuah kenangan yang kini perlahan menjadi abu dalam bara api yang kau ciptakan.

Maaf jika setelah ini aku (terpaksa) berhenti untuk peduli. Maaf jika setelah ini aku (mencoba) menutup hati. Karna aku tak ingin menjadi ‘yang terakhir dicari’ ketika tidak ada lagi dirinya yang kau butuhkan untuk bersandar di sisi.

Aku ingin, namun di sisi lain aku egois terhadap diri sendiri. Aku egois terhadap diriku yang kulukai dan kubiarkan jatuh berkali-kali. Aku ingin, namun berarti aku harus membunuh hatiku pelan-pelan setiap hari. Aku ingin, namun kemudian tersadar; bahwa diriku lebih patut untuk kucintai.


Pada akhirnya, aku lebih memilih untuk melepasmu (kembali); membiarkanmu pergi..
__
-noteofyou-
.20 Jan 19.
#day9
#30haribercerita