Jumat, 24 Maret 2017

Akhir Dari Segalanya



Kita memperbaiki diri, dengan cara mencintai yang pernah patah.
Dan kita pernah patah, ketika tengah serius mencoba untuk memperbaiki dengan sepenuh hati.

-BK


Jika memang keadaan mengharuskan semuanya berubah menjadi seperti ini, baiklah..
aku akan mencoba untuk beradaptasi dengannya..
Namun, satu yang aku pinta; bolehkah aku tetap merindu, seperti sebelumnya?

Bolehkan, aku tetap mendoamu seperti sebelumnya? Aku mungkin tak lagi berharap apapun dari kamu. Namun, sampai kapanpun, aku akan tetap menggantungkan harap itu padaNya. Sang penguasa setiap hati yang mendetak, mengiring hembusan nafas hamba-hamba-Nya.

“..aku bukannya tak peduli, namun keadaan yang menuntutku untuk bersikap seperti itu..”

Setelah sekian lama rindu itu tak jua menemu jawabnya, pada akhirnya kalimat itulah yang keluar dari hatimu. Meski tak kau lisan secara langsung, semuanya telah kau ungkapkan dalam tulisan yang tersurat untukku.

Berbilang waktu aku menunggu, pada akhirnya, aku memutuskan untuk mundur, dan berhenti. Aku tak lagi berharap menjadi orang yang istimewa buatmu.

Pada akhirnya, kau lebih memilih keegoisan itu tetap ada. Pada akhirnya, kegengsian itulah yang kau pilih untuk kau pertahankan diatas segalanya. Kau lebih memilih keduanya untuk tetap bertahta dalam hatimu.

Aku bisa apa? Selain menerima keputusan yang telah kau buat, meski secara tersirat, bukan?

Semenjak itu, aku sebenar sadar; bahwa sejatinya, aku bukanlah siapa-siapa di matamu. Tak ada gunanya memaksakan kehendak, bukan? Pun tak ada gunanya menyesali semua yang telah terlewat dan terjadi. Ada waktu yang harus kita patuhi ketentuannya. Ada garis yang harus kita tau batasnya.

Mungkin inilah saatnya. Jika kau memintaku untuk pergi, aku akan pergi. Jika kau memintaku untuk berhenti, aku akan berhenti. Aku tak ingin mengganggu lebih jauh kehidupan barumu. Sekali lagi, mungkin kau benar; dunia kita berbeda. Dan rupanya, aku yang harus sering-sering beradaptasi dengannya. Membiasakan hidup dengan keadaan seperti ini.

__

Jangan pernah mencintai orang terlalu dalam. Jangan pernah berharap lebih pada siapapun selain-Nya. Atau kau akan kecewa. Bahkan membenci apa-apa yang kau cinta.

Jangan pula terlalu berlebihan dalam membenci sesuatu. Karena bagaimanapun, segala sesuatu yang berlebihan akan berujung pada suatu hal yang berkebalikan. Percaya atau tidak percaya. Setidaknya, itu pelajaran yang bisa aku simpulkan dari segala hal yang telah terjadi selama ini.

Terimakasih untuk semuanya, dari awal, hingga kini_

Meski pada awalnya, satu, yang paling aku takutkan dari perjumpaan antara kita adalah; kau lupa; pernah sebahagia apakah kita.

__

Well..Baiklah, aku akan belajar untuk bahagia. Dan semoga kau pun juga_ 


#latepost

Jangan Lupa Bahagia


Hasil gambar untuk gambar pelangi

Jangan mengeluh,
kondisimu sekarang, belum ada apa-apanya
dibanding mereka di luar sana_

-zhda

"Prof, setelah semua alasan-alasan yang bahkan kau hadirkan untuk membuatku bertahan, mengapa kesedihan itu tak kunjung pergi jua? Seperti mendung pekat yang enggan pergi. Membawa ribuan ton air yang siap tertumpah kapan saja..." aku menghela nafas panjang.

"Prof, aku lelah ..
lelah menghadirkan berbagai macam alibi yang selalu kau sarankan untuk meniadakakan semua sedihku. Untuk apalagi ini, Prof?"

Sudut mataku meliriknya yang hanya tersenyum tenang. Tanpa sedikitpun terusik denganku yang bahkan hampir berkaca.

"Ra, kamu tahu kan, kalau Allah tidak pernah menyalahi janji-Nya?"

"Hm?"

"Inget kata Allah dalam firman-Nya; Sesungguhnya, bersama kesulitan itu ada kemudahan.
Begitupun dengan segala kesedihan yang kau rasa." katanya singkat.

"Maksudnya?"

"Ya Allah, gini deh, orang yang lagi terpuruk. Nggak bisa mikir jernih. Bahkan pada hal-hal yang jelas sekalipun." ujarnya sembari memutar duduk menghadapku.

"Ra, seperti adanya malam dan siang, pun kemudahan setelah adanya kesulitan, sejatinya, Allah sedang menyiapkan bahagia dibalik sedih yang sedang kau rasa.

Kau hanya perlu menyibukkan diri untuk melupakan segala penatmu. Segala sedih dan keluh kesah yang tiap hari kau ucapkan. Apa kamu nggak capek, setiap hari harus menggerutu, merutuki keadaan yang ada?" tanyanya ringan namun menohok kesadaranku.

Aku terdiam. Menyadari kenyataan bahwa aku terlampau banyak mengeluh daripada mensyukuri.Terlalu banyak terpuruk daripada mencoba untuk menerima keadaan, dan beradaptasi dengan kondisi yang ada.

"Prof, apa kau yakin, bahagia itu akan ada?" tanyaku mencari keyakinan dari bening matanya.

Ia  mengangguk mantap.Tersenyum meyakinkan.

"Yakinlah, bahagia itu akan hadir, berjalan beriringan dengan sedihmu. Yakinlah, tapi jangan kau tunggu bahagia itu. Sejatinya, kau sendiri yang akan ciptakan bahagia untuk dirimu sendiri. Maka, ciptakanlah!

Bukan pada kondisi dan situasi yang membuatmu bahagia atau sedih. Namun lebih kepada bagaimana kau menyikapinya. Kaulah yang membuat keadaan hatimu bahagia atau sedih. Sebenarnya, semua itu tergantung pada dirimu sendiri, Ra ..."

Aku terdiam. Mencerna baik-baik setiap kata yang keluar dari lisannya. Merenungi segalanya.

Memang benar, bahagia itu akan ada, jika kau ingin. Begitupun, dia akan pergi jika kau tak lagi membutuhkannya. Setidaknya, itu satu kesimpulan yang bisa aku ambil dari tuturnya.

__

Kamu, jangan lupa bahagia, ya.. :)