Sabtu, 26 Januari 2019

Episode Baru


"Ketika menikah nanti, apa kau akan memberitahuku?"

"Tidak."

"Kenapa?" tanya perempuan itu mengerutkan kening.

"Karena kita akan merencanakannya bersama." jawab Arya sambil tersenyum.

Senyum yang selalu mampu mencipta debar di hati Ara. Senyum yang diam-diam selalu mampu menerbitkan bunga-bunga harapan di hati perempuan itu.

Ara tersenyum tanpa sadar mengingat potongan kecil kenangan mereka. Sekilas, senyuman Arya melintas di pikirannya. Hanya selintas, namun berhasil mencipta denyut yang tak biasa. Masih sama seperti ketika senyum itu hadir membersamai hari-harinya, dulu.

Ia tersadar sebelum terlambat. Segera ia tepis bayang-bayang kenangan yang sempat membuatnya hanyut dan terlena. Kisahnya bersama Arya mungkin tak sesuai dengan bayangan keduanya. Bagaimanapun, manusia mempunyai jalan takdir masing-masing yang tak dapat dipaksakan adanya.

Episode itu telah lewat. Dan kenyataan hidupnya sekarang ada di depan mata. Sudah seharusnya ia menepis jauh-jauh masa lalu yang sempat membuatnya hampir berputus asa.

"Mama..." Reina masih dengan balutan handuknya berlari memeluk Ara.

"Sayaaang, jangan dulu peluk mama, nanti baju mama basah. Yuk ganti baju dulu sama papa." Rafa menggendong Reina dan menempatkan di punggungnya.

Ara tersenyum melihat lelaki itu basah hampir sebagian besar bajunya. Hari ini ia memaksa lagi untuk mengurusi Reina dari pagi hingga sore. Termasuk memandikannya. Selagi libur, katanya.

Rafa, seorang lelaki sederhana yang dengan kesantunannya mampu menarik hati kedua orangtuanya. Meski di awal Ara berontak dengan jalan hidupnya, namun akhirnya ia memilih untuk mengikhlaskan. Perempuan itu mencoba untuk membuka hatinya; memberi kesempatan lelaki pilihan kedua orangtuanya untuk menjadi pendamping hidupnya. Membersamai hari-harinya setelah patah yang nyaris membuatnya putus asa.

"Aku tahu, hatimu belum seutuhnya memilihku. Namun aku akan tetap mencoba membahagiakannya." bisik Rafa sesaat setelah airmata Ara tumpah di hari pernikahan keduanya.

Lelaki yang bukan siapa-siapa itulah yang pada akhirnya mampu menutup luka di hati Ara. Membawa babak baru dalam kehidupan bahagianya. Hingga kemudian lahirlah Reina; putri cantik yang akhirnya hadir; menggenapkan bahagia keduanya.

__

"Remember him anymore?" tanya Rafa yang tiba-tiba telah ada di sampingnya.

Ara tergagap. Kemudian menggeleng cepat. Rafa tersenyum, kemudian mengambil undangan biru di tangan Ara.

"Kamu selalu gagal dalam berbohong, Ra.." ujarnya sambil membenahi undangan yang koyak bekas genggaman Ara.

Perempuan itu merasa bersalah. Ia memang sempat terkenang sesaat dengan kehadiran undangan Arya yang ditujukan untuknya. Mereka dulu pernah berencana untuk mendesain undangan pernikahan dengan nuansa biru. Dan ternyata Arya benar-benar merealisasikannya. Meski bukan nama Ara yang tertulis bersanding dengan namanya di dalam sana.

"Tak apa, akan selalu ada masa bagi tiap manusia terkenang dengan apa-apa yang pernah singgah di hatinya. Terlebih, pada ia yang bahkan telah memahat prasasti di dalam sana." 

Kata-kata Rafa sukses membuat pertahanan Ara runtuh. Air matanya kembali luruh. Rafa memeluk istrinya lembut. Ia tahu, tak mudah bagi Ara melupakan begitu saja seseorang yang telah begitu lama membersamainya. Terlebih kemudian ia pergi begitu saja tanpa kata.

"Maafin Ara, Mas.." kali ini, bukan luka yang membuat Ara menangis. Namun ketulusan dan kasih sayang Rafalah yang seolah menjadikannya seorang pesakitan tanpa makna. Lelaki itu anugrah terindah dalam kehidupan Ara. 

"Makasih, Mas, sudah datang di waktu yang tepat. Ara janji akan berusaha menjadi istri yang baik untuk Mas Rafa, dan ibu yang baik untuk Reina.." Ara memeluk suaminya erat. Lelaki itu adalah surga baginya. Dalam hati, perempuan itu berjanji akan belajar mencintainya seutuhnya.

__
#day12
#30haribercerita
@zahidaannayra_



Share:

0 komentar:

Posting Komentar