Senin, 07 Maret 2016

Adanya Akibat, Berawal Dari Sebab


"Eh, bajumu tipis banget sih ..., lebih tipis dari kain kafan malah." tegur seorang kawanku kepada temannya yang mengenakan baju putih nerawang. Memperlihatkan sisi dalam yang tak seharusnya diumbar.

"Yes, I know. Aku tahu kok. And It's my style. Ini bajuku sendiri. Aku yang make'. Ada masalah denganmu?" sahutnya acuh.

"Kamu tahu nggak, kalau ada hadits yang mengatakan: Jika seorang wanita keluar dari rumahnya dan memperlihatkan auratnya, maka setiap langkahnya itu, sesungguhnya dia seperti sedang berjalan ke neraka."

"Ya, aku tau. Tapi banyak kok orang yang pakai kayak gini. Dan disini pun lagi familiar. Come on girls, ngikutin mode dong .... Ini lagi trend!. Soal neraka, atau apalah itu, nanti ajalah. Kitakan masih muda, masih bisa tobat. Jangan mikirin itu dulu lah, nikmatin dulu masa mudamu. Ayolah!"
__

Aku hanya mampu menelan ludah. Miris. Bahkan terhadap hadits yang jelas mengingatkan dia akan neraka saja, ia abai. Tidak sedikitpun merasa takut. Karna ia masaih muda, kemudian merasa bahwa masa hidupnya masih panjang.

Who knows?

Sok tahu sekali orang-orang yang menganggap dirinya masih punya banyak waktu untuk hidup. Siapa yang tahu tentang masa hidup seseorang? Sudah merasa menjadi asisten Tuhan, sehingga mengetahui tentang rahasia umur, hidup dan mati?

Kemudian dengan santai berbuat sesuka hatinya. Tak apa-apa. Masih muda. Nikmati dulu kebahagiaannya. Kemudian melenggang santai bahkan dengan pakaian terbuka. Memancing perhatian dan mengundang syahwat yang melihatnya.

Dia pikir itu modis. Dia pikir itu trend. Mode apa? Trend apa? Trend bareng-bareng berjalan ke neraka? Oooh jadi kamu lagi ngikutin trend menuju neraka? Kamu punya pikiran nggak sih, atau jika aku bahasakan lebih keras; kamu punya otak nggak sih, sehingga bisa membedakan mana yang seharusnya diikuti, mana yang tidak. Mau-maunya mengikuti trend menuju neraka. Bahkan anak kecil pun jika ditanya, tidak akan mau memilih neraka. Nah kamu?

Jika membuka aurat, memamerkan bagian tubuh yang seharusnya dijaga dan mengumbarnya di depan khalayak adalah modis, berarti, hewan adalah yang paling modis dong!

"Ya enggaklah! Kan aku nggak telanjang juga di depan orang-orang ..."

Trus apa? Menyerupai binatang, semi telanjang gitu? Sedang seseorang yang menyerupai suatu kaum, adalah  termasuk kaum itu. Kalau kamu menyerupai binatang, bukannya sama saja? Mau, disebut satu golongan sama binatang? Bahkan disebut 'menyerupai' saja, nggak mau, kan?

Okay, kamu memang tidak telanjang di hadapan mereka. Namun siapa yang tahu, kalau pikiran mereka sudah lebih dulu menelanjangimu, memikirkan macam-macam tentang bagian tubuhmu yang lain?


"Ya itu salah mereka lah! Pikiran mereka aja yang ngeres ...."

Nah!
Sekarang siapa penyebab mereka berpikiran ngeres?

Kembali ke hukum sebab-akibat. Terjadinya akibat, karena adanya suatu sebab.
Adanya pemandangan yang memancing syahwat, berakibat mereka memikirkan hal-hal yang kalian sebut ngeres tadi.  Mereka nggak akan sampai berpikiran kotor kok, jika tidak ada hal-hal yang merangsang mereka untuk berpikiran seperti itu.

Apa susahnya sih, saling menjaga. Kamu menjaga aurat dengan tidak membiarkannya terbuka, dan mereka pun bisa menjaga pikiran mereka dari hal-hal kotor yang tidak seharusnya. It's simple, right?

Nggak ada yang tahu kapan kita mati. Sampai kapan masa hidup kita di dunia. Tidak berpatok pada tua atau muda. Jangan sampai, kita mati dalam keadaan aurat kita tersingkap. Naudzubillah.

Yuk, berpakaian syar'i. Menutup, longgar, dan tidak nerawang. Tugas kita hanya taat, bukan?

__
~Ukhtukumfillah ...
@zahidaannayra_
Share:

3 komentar: