Rabu, 20 Januari 2016

Bag; 1#Risalah yang Tak Pernah Sampai


"Rahman ...
Inikah kiranya ujian hati?
Didera rindu yang tak jua berujung pada titik temu ...


Robby ...
Seberat inikah ..., atas rasa yang tertahan?
Sedalam inikah, kuharus patah?

Rahman .., 
tak dapat kuingkari, hati ini begitu merindukan sosoknya ...
Meski hanya sapa tanpa tatap,
meski hanya suara, tanpa bersua ...

Baru kurasakan hening yang menjelma sepi ... 
Senyap yang tak lagi syahdu, 
pun diam yang mencipta jenuh. 

Sha, kau mungkin tak pernah tahu ..., betapa bahagianya aku, ketika kutahu tokoh-tokoh dalam puisimu, adalah aku ...

Kau mungkin tak pernah menyadari, betapa puisi malammu, menjadi pengantar tidur paling nyenyak untukku.

Kau pun mungkin tak tahu, bahwa senyum lebar selalu tersimpul, saat kau sebut namaku dalam sajakmu ...

Aku selalu bahagia, atas kejutan-kejutan kecil darimu.
 Dan sekarang, aku rindu ...

Aku rindu sapa khasmu untukku di pagi hari; 'Selamat pagi, bunga dhuha-ku :)'
Kemudian kamu tersenyum. Meski hanya sebuah emoticon, aku yakin kau pun sedang tersenyum disana.

Sebelum tidur pun, tak pernah sedikitpun kamu lupa untuk bilang; 'Selamat tidur, Ra ... Kalau udah bangun, jangan lupa senyum :)'
Selalu begitu. Meskipun aku sudah terlelap. Dan kau lagi-lagi membuatku tersenyum, saat kutemukan pesan itu di pagi harinya.

Tapi, Sha ...
Aku sadar, kini aku bukan lagi siapa-siapa.

Namaku tak lagi ada,
tokoh dalam larik puisimu, bukan lagi aku ...
Bahkan rindumu, tak lagi tersemat disana

Ada pemain baru dalam hidupmu yang baru
Aku melihat namanya,
bertahta indah dalam rangkaian puisimu.
Tokoh disana, bukan lagi aku.
Dan namanya yang melenggang sebagai pemeran utama
Ia ... yang kau akui sebagai teman dekat.
Ya, dekat. Dekat sekali

Bahkan sapaan-sapaan khusus yang dulu selalu kau tujukan untukku, kini kau tujukan pula untuknya.
Kalimat sederhana, namun selalu istimewa pengantar tidurku dulu, kini menjadi sapaan khusus untuknya pula.

Sha, harus sesakit ini, kah?
Beginikah, rasanya patah hati?
Seberat inikah, ku harus menahan rindu?

Rindu yang tak pernah sampai ...
Rindu yang melebur rinai
Rindu yang melukai ...

Iya, aku tahu.
Aku tak lagi punya hak,
bahkan ..., untuk sekedar cemburu.

'Siapa aku?'
Berani-beraninya marah atas sikapmu ...
Siapalah aku, yang harus merasa tidak terima atas perlakuan manismu kepada orang lain?
Siapa pula aku, yang berani-beraninya 'masih'  berharap padamu ...

Maafkan aku, Sha ...
Karna aku (masih) mencintaimu ...."

Ra melipat suratnya. Membentuknya menjadi sebuah kapal kecil, dan melayarkannya mengikuti aliran sungai. Meski ia tahu, risalah itu, tak akan pernah sampai.

Hingga siluet senja mulai memudar, ia masih tersedu. Mengantar kapal kecilnya yang tak lagi ada ...

____

#OneDayOnePost
#HariKetujuh

Share:

5 komentar: