Selasa, 15 September 2015

Meredam Rasa



Jika dua orang benar-benar saling menyukai, itu bukan berarti mereka harus bersama saat ini juga.
Tunggulah di WAKTU YANG TEPAT
Saat semua memang sudah siap,
Maka kebersamaan itu bisa jadi hadiah yang hebat ntuk orang-orang yang bersabar

Sementara, jika waktunya belum tiba, sibukkanlah diri untuk terus menjadi lebih baik.
Bukan  dengan melanggar banyak larangan 
Suatu saat, waktu dan jarak akan menyingkap rahasia besarnya,
Apakah rasa suka itu semakin besar, atau semakin memudar ...


S.A.B.A.R
Satu kata itu, mungkin demikian mudah terucap dalam lisan. Namun untuk hati, mampukah ia bertahan? Menahan gejolak rasa yang meletup dalam bara. Seperti api dalam sekam, yang sewaktu-waktu meledak ketika hati tak mampu lagi membendung lava yang membuncah keluar. 

Sabar ...
Bahkan kata itu seakan menjelma menjadi ketakutan yang dalam. Ketakutan akan suatu ketidakpastian. Seperti kerja paksa bagi hati untuk melakukannya.  Hingga waktu yang tak tahu sampai kapan.

Sabar ...
Tunggulah di waktu yang tepat
Saat semua memang sudah siap ...

Sampai beribu tanya berkecamuk dalam hatiku; lalu, kapankah waktu yang tepat itu? Saat hatiku dan hatimu bertemu dalam satu ruang, bercengkrama tanpa sekat, saling bersentuhan dalam rasa yang telah lama tertahan dalam batas ...

Sabar ...
Lagi-lagi kata-kata itu menggema di angkasa ... Mengawang dalam angan, saat tak lagi kita dapati jawaban yang mampu mewakili segala tanya

Kita mungkin berpura-pura  acuh. Seolah rasa itu tak pernah ada. Menyibukkan diri dengan berbagai hal. Bersikap dingin dengan rasa yang ada. Padahal , jauh di dalam sana, hatimu membara. Memerah dalam rona. Bertahan dalam gejolak rasa. Se-acuhnya dirimu di dzohir, kau tak akan mampu membohongi apa yang ada dalam bathin. Karna ia kuat. Utuh. Bersih. Dan, jujur ...

Hanya waktu yang mampu menjawab segalanya ...
Segala rahasia besar yang ada, akhir dari setiap pergolakan bathin yang susah payah kau biarkan tersembunyi. Akankah ia bertahan dalam bara yang semakin matang. Atau, padam begitu saja ... Dingin tertiup masa. Menyisa hangus yang membekas luka.

Kita tak pernah benar-benar tahu. Kita hanya bisa menerka-nerka. Pun tak pasti. Hanya kepastian-kepastian yang sebenarnya kita ada-adakan. Bentuk sedikit upaya untuk mendinginkan dua hati yang terluka. Meredam rasa.

Hingga akhirnya kita putuskan penantian itu. Penantian waktu yang tak pasti. Karna sejatinya kita sama-sama tahu; bahwa kita benar-benar tak tahu bagaimana kedepannya nanti, antara hatiku dan hatimu.

Jika bukan oranglain, pasti kamu ...




Share:

2 komentar:

  1. Keren abis! Speechless deh.isinya dalam, ga menggurui tapi bisa jadi guru isi tulisannya. Hanya saja...
    Aku berontak di sana,
    Sabar bukan cuma menunggu masa
    Jika kata yang kau harap tak kunjung tiba
    Dan doa bukan hanya dalam kata
    Karena doa juga butuh bekerja

    Aku berontak di sana,
    Saat masa tak seiring rasa,
    Aku tak suka tertawa dalam duka
    Aku tak mau membuat luka

    Sabar,
    Dan jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu

    Maka sabar selalu bersama sholat
    Sabar dan diam dalam doa
    Sholat bergerak mengejar asa

    Aku berontak di sana


    BalasHapus
  2. Makasih Bundaa ... Udah mau mampir ke tulisan absurd aku ...
    Setuju banget ma pendapat bunda ...

    "Sabar dan diam dalam doa
    Sholat bergerak mengejar asa ..."

    Iih, suka deh ...
    Makasih Bundaa :*

    BalasHapus