Sabtu, 22 Agustus 2015

Bergerak, menuju cahaya ...



Aku masih ingat, di persimpangan jalan kemarin, kita tlah membuat janji. Dan langit yang lapang menjadi saksinya. Saat keterikatan antara aku dan kau membuat kita terlena, hingga nafsu seringkali membuat kita terbuai berlama-lama. Bahkan, waktupun tak lagi kita hirau lamanya. Membuat kita terjerat pada satu lubang yang tak seharusnya kita terlena. Meski tak nyata dalam netra, namun ... bukankah berdua dalam ruang hati yang satu itu, suatu dosa? Bahkan, kitapun belum apa-apa. Kau dan aku masih asing dalam nyata. Namun keberpihakan hati kita, membuatnya seolah menjadi satu kesatuan yang ada. Menjadikan batas-batas itu niscaya.

Kau dan aku sama-sama tak sadar, ketika sejatinya kita telah terjebak dalam kegelapan yang pekat. Hanya karna sebatang lilin terang di depan mata. Tanpa menyadari sekeliling yang hanya menyisakan kita; berdua.

Hingga kemudian, kata 'penyesalan' menjadi satu keterlambatan bagi kita. Bukan, bukan bagi kita. Namun hati yang memainkan perasaan aku dan kau. Pikiran, mungkin mampu kita alihkan dengan berbagai kesibukan yang sebenarnya hanya kita ada-adakan saja. Namun hati, siapa yang mampu menangani keterikatan yang sekian lama telah terjalin; dalam ruang gelap, yang bahkan tak ada seorang pun tahu. Ranah senyap. Karna memang hanya ada kita berdua di dalam sana. Penjara kegelapan yang nampak indah bagi kita. Terang benderang. Karna memang, kita pun tak ingin menoleh sedikit ke belakang. Dan ketika kita sadar, tak ada cahaya di sekeliling kita. Hanya ada pendar lilin yang semakin redup di depan mataku dan kamu.



__speechless__


Hanya diam yang memainkan peran dalam kegelapan. Karna lilin cahaya itu telah sirna. Berganti kecamuknya rasa bersalah yang bergelayut. Menggantung di sudut redup. Beruntunglah, ada sekejab penyesalan yang membuka satu celah cahaya. Meski masih redup, satu persatu kesadaran membawa lilin cahaya yang lain. Membuka celah cahaya yang semakin benderang. Membuat kita mampu tuk tapaki jalan keluar. Menjauh dari penjara kegelapan yang tak seharusnya kita tinggal.

Namun kini, kita tak lagi berjalan bersisian. Karna semakin kita bersama, sejatinya kita hanya membuat celah-celah cahaya itu meredup. Menjadi tertutup dan kembali gelap.  Menjadikan cahaya itu niscaya. Kemudian sirna.

Karna sejatinya, kebersamaan itu meniadai. Kebersamaan hatiku dan kamu.
Meniadai hati-hati suci. Membuatnya ternoda oleh rasa yang tak seharusnya.
Menidai kesetiaan terhadap 'dia' yang seharusnya. Dia yang masih menjadi rahasia.

Biarlah ... sudah seharusnya kita mengakhiri semuanya. Sudah seharusnya kita mengubur dalam-dalam smua rasa. Membunuh dengan tega setiap kerinduan yang muncul tiba-tiba; menghabisi segala hal yang membawa kita pada ingatan semasa gelap. Agar kegelapan itu sirna seutuhnya. Hingga cahaya kita, berpendar sempurna.

Kita .., pada jalan yang berbeda ....




@zahidaannayra
Ruang saksi paripurna_

Share:

0 komentar:

Posting Komentar