Selasa, 16 Mei 2017

Jarak




Terkadang, jauh menjadi lebih baik, ketika dengan jarak, hati-hati itu lebih terjaga. Tak ada yang tersakiti, pun tak mencipta luka yang saling meniadai.

Kadang, diam pun menjadi lebih baik, jika dengan bicara mampu membuat riak yang tenang menjadi bergelombang.

Ada waktu dimana aku menyesal ketika memutuskan untuk memulai perbincangan denganmu. Menjadikanku lebih sensitif dari biasanya. Menjadikan hati lebih rentan dari kebal yang selama ini membentengi. Kemudian ketakutan-ketakutan itu muncul dengan sendirinya. Menggentayangi hari-hari.

Ada waktu dimana aku menyesal ketika memutuskan untuk mengulum senyum pun sapa kepadamu. Aku seolah menjadi pesakitan yang takut akan sebuah kehilangan. Aku menjadi takut untuk jauh darimu. Khawatir kau pergi dan tak kembali lagi.

Aku takut menjadi dekat, namun jauh lebih menakutkan dibanding apapun. Sebab aku hanya mampu terpaku, menatap punggungmu yang semakin menjauh dari nyataku. Dan aku terdiam, tanpa mampu bergerak satu langkahpun dari tempat berpijakku.

Padahal, kau tahu? Dari ujung lorong kumenunggu, jauh sebelum kedatanganmu. Berharap was-was akan kau yang bahkan tak pasti kedatangannya. Untuk kemudian semua itu terbayar dengan cemas yang menjelma nyata. Aku melihatmu muncul dari ujung lorong itu, namun arahmu bukan menuju tempatku menunggu. Hanya sepintas kau memandang, kemudian berbalik dan pergi.

Aku bisa apa? Selain termangu memandang kepergianmu, bahkan sebelum kedatanganmu kesini.

Beberapa waktu berlalu, dan aku mulai terbiasa dengan ketidakhadiranmu. Aku bahkan mulai nyaman dengan jarak yang tercipta. Sebab tak ada lagi khawatir untuk menyakiti hatimu, pun aku. Semuanya mengalir dalam alunan yang datar, tanpa riak yang menggelombang.

Namun, haruskah semuanya tetap berjalan pada alur yang seperti ini? Meski nyaman sama-sama menyelimuti hari, akankah kita tetap begini?

Kita seperti berada pada dua sisi yang dipisahkan oleh satu garis tipis. Nampak mudah untuk diterjang, namun tak pernah sampai untuk diraih. Dan akhirnya, kita berada pada kedekatan yang tak akan pernah mampu untuk disatukan.

Apa memang kita hanya ditakdirkan untuk bertemu, bukan bersatu?

Memang benar, melepaskan apa-apa yang bahkan belum dimiliki, jauh lebih menyakitkan dibanding membiarkan pergi seseorang yang pernah membersamai.


__

-zahidaannayra-
Share:

3 komentar: