Hari ini,
tanpa sengaja dan berniat sebelumnya, tanganku tiba-tiba tergerak begitu saja
membuka file-file lama di laptop. Ada satu folder yang membuatku tertarik untuk
membukanya; sebuah file berisi foto-foto kita.
Aku
tertegun mendapati diriku tengah tersenyum sendiri tanpa sadar ketika tenggelam
dalam kenangan akan foto-foto itu.
Ah,
ternyata dulu kita pernah sebahagia ini. Ternyata aku pernah tertawa lepas di
sisimu. Ternyata kita pernah apa adanya ketika bersama. Tertawa tanpa perlu
alasan. Bahkan menangis tanpa sungkan.
Setidaknya,
hari ini aku bisa tersenyum sejenak. Mengenang kebersamaan yang entah akan
terulang kembali atau tidak. Setidaknya aku mampu merasakan kembali indahnya
masa itu. Meski selepasnya nanti, terselip getir saat ku menatapmu kembali
dalam nyata. Sebab kenyataan hari ini, tak seindah hari-hari yang telah berlalu
bersamamu, dulu.
Tak apa,
aku hanya perlu bersyukur atas apa-apa yang telah terjadi. Aku hanya perlu
bersyukur atas karunia waktu dan kesempatan yang Allah berikan untuk bertemu
dan menghabiskan waktu bersamamu.
Meski nantinya
kenyataan pahit kembali hadir begitu kenangan itu aku tutup dari nyata. Ya, kenyataan
bahwa sekat dan dinding pemisah itu layaknya benteng angkuh yang membatasi;
membuat jarak antara aku dan kamu. Sekeras apapun perjuangan kita untuk
mengembalikan keadaan seperti adanya dulu, rasanya pun percuma adanya.
Ya, sebab
mungkin dunia kita telah berbeda seutuhnya. Apalagi dengan hadirnya ‘ia’ di
sisimu. Seseorang yang kini menjadi alasan dari senyum sumringah di tiap
harimu. Ia yang kini menjadi alasan bahagia di setiap detikmu bersamanya.
__
“Kamu sedih
ketika mengenang semuanya, kemudian menyadari kenyataan yang sekarang ada?” Tanya
seseorang.
“Entah.
Akupun tak bisa membohongi diriku sendiri ketika harus mengatakan ‘tidak’,
padahal di dalam sana hatiku telah basah oleh rinai.” Jawabku parau.
“Apa salah,
jika aku merindukan kebersamaan itu?”
“Tidak ada
yang salah perihal rindu. Itu berarti menandakan bahwa kamu menghargai adanya
kenangan itu. Seperti lampu yang menyala dalam toples kaca. Kenangan itu ada,
masih indah seperti adanya ketika suatu saat kamu memutuskan untuk menengoknya
kembali. Ia terjaga, meski telah tertutup oleh waktu yang telah berganti.”
“Namun, jangan
terlena. Jangan berlama-lama menyelam di dalamnya. Atau matamu akan silau
dengan keindahan yang sejatinya hanya ada di alam maya. Sebab ia tak lagi
nyata, seperti dahulu adanya. “ lanjutnya lagi.
“Takutnya,
nanti ketika kau memutuskan untuk kembali ke dunia nyata, kau hanya akan mendapati
sekelingmu telah gelap oleh gulita. Dan kamu kembali kehilangan arah untuk
melangkah. Sementara pikiranmu masih ada di bawah bayang-bayang keindahan akan
kenangan yang membuatmu terlena.
Jadilah
realistis. Bangunlah dari bayang-bayang semu masa lalu. Cobalah untuk melihat
lebih dekat sekelilingmu. Dunia ini indah, jika kamu mau mensyukuri hal-hal kecil
yang Allah anugrahkan untukmu. Atas hari ini, atau bahkan atas apa-apa yang
telah berlalu.
Tersenyumlah,
sebagaimana kamu mampu tersenyum lepas seperti dulu. Buktikan, bahwa ada atau
tidaknya dia, bukan menjadi barometer
kebahagiaan hidupmu. Karena hidup ini milikmu. Bukan miliknya, atau bahkan
mereka."
__
Benar, mungkin aku yang terlena. Lihatlah, senja hari ini begitu menawan; syahdu. Meski gelap di ujung sana mulai mengekor merahnya. Dan keindahan itu perlahan-lahan sirna..
__
@zahidaannayra_
#day1
#30haribercerita
0 komentar:
Posting Komentar